Minggu, 03 Agustus 2014

ISTILAH ”WUSHUL” DALAM ETOMOLOGI ILMU WAHID YANG WAHIDIYAH

Assalamu'allaikum wr wb
Bismillaahir rohmaanir rohiim, Assolatu wasalam Yaa sayyidii yaa rosuulalloh
Istilah ”Wushul” adalah rasa yang diberikan kepada orang yang telah sampai, mengenal/tahu kepada Allah, dalam bahasa lain disebut ”bil ‘Ilmi”
Bil ‘Ilmi di sini mengenal/ merasakan bukan karena riwayat atau mendengar dari cerita orang, atau membaca tulisan namun karena telah sampai pada tahap menjalani dan menemukan sendiri. Jadi sekali kali bukan mendapat ilmu seperti anak sekolah.
iman musyahadah yang seperti ini, tidak membutuhkan dalil, bukti, atau contoh. Karena sudah mengalami dan menemukan sendiri. pada prinsipnya/hakekatnya musyahadahnya seseorang tersebut karena Allah berkehendak men-tajalli/ menampakkan, memperkenalkan diri kepada orang tersebut. Jadi bukan karna orang tadi yang melihat/tahu, itu tidak mungkin!. Tapi Allah-lah yang berkenan memperkenalkan dirinya kepada orang tersebut untuk diperkenankan memasuki wilayahnya
Di dalam kuliah wahidiyah ilmu ini disebut Maqom “WAHIDIYAH AWAL”.
Di atas tingkatan itu, ada Haqqul Yaqien, yang disebut maqom “AHADIYAH”.
Menurut kajian tasawuf, maqom ahadiyah ini adalah maqom yang paling tinggi. Tapi ini baru awal dari perjalanan menuju wushul kepada Allah hingga batas yang tak terhingga.
Seperti dalam tataran pendidikan, saat ini paling tinggi adalah tingkatan S3, tapi bukan berarti belajarnya sudah selesai, justru gelar S3 itu adalah awal dari pembelajaran mengarungi samudra ilmu Allah yang tak terhingga. Oleh sebab itu, pada umumnya penemu2 ilmiah adalah orang yang sudah bergelar profesor S3 dll. Tidak ada anak sekolah yang menemukan mobil atau karya ilmiah besar lainnya.
Maqom Ahadiyah atau disebut juga haqqul yaqien ini bisa ditanamkan secara kontinyu,namun tidak bisa dikerjakan terus-menerus, sifatnya sebentar sebentar lap-lapan atau sekejap-kejap.
karena kalau terus-terusan dihawatirkan tidak kuat alias mabuk, yang berdampak Tatanan sosialnya tidak berjalan.
Contoh:
Seperti orang yang jadab, juga masih sebentar sebentar. kalo dia mau makan, berarti pas tidak aktif.
Syeh Siti Jenarpun tidak terus terusan, karena dia masih bisa mengumpulkan murid. Mengerjakan hal hal lain. Selain ibadah formal.
Yang dimaksud kenapa tidak bisa terus-terusan contoh mudahnya lagi adalah Seperti orang yang ”mabuk”. kalo dia masih bikin rusuh, masih ngamuk-ngamuk atau marah-marah, masih bisa melakukan kegiatan berarti mabuknya belum sungguhan atau tidak terus menerus. Karna kalo sudah mabuk yang sebenar-benarnya mabuk, ya gak bisa berbuat apa-apa selain terkulai saja. Dengan kata lain mabuk terus menerus tentu tidak bisa diterapkan. Karna kita masih mau melakukan kegiatan yang lainya.
Untuk itu, yang paling sempurna adalah menjalankan keduanya, yaitu maqom Wahidiyah dan Ahadiyah.
Maqom wahidiyah maksudnya melakukan aktifitas/ syari'at apapun sambil didasari lillah billah, rosuul birosul, lilghoust bilghoust dan ini mutlak harus dilakukan selama full 24 jam. sambil menerapkan maqom ahadiyah/ hakekat walaupun tidak terus menerus . Jadi antara Syari’at dan Hakikat berjalan seimbang dan beriringan.
Sumber: Fatwa Yang mulia Syekh Hadrotul Mukarrom Kanjeng Romo Yahi KH. Abdul Latif Madjid, RA.
Previous Post
Next Post

0 komentar:

Trimakasih atas kunjunganya