Minggu, 03 Agustus 2014

Silaturahmi di Era Internetisasi


Silaturrahim berasal dari bahasa Arab yang artinya menyambung kasih sayang. Sebagian lagi mengatakan “Silaturohmi” yang berarti“Nyambung Seduluran”. Dua istilah ini memang berbeda pengucapanya. Namun, maksud serta maknanya berdekatan, bahkan terkesan sama. Nyambung seduluran merupakan tuntunan, islam.
Menurut sebuah keterangan, di dalam sebuah keterangan hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dalam kitabnya. Nyambung seduluran sebagai berikut.
Artinya “ Silaturahmi adalah berbuat baik kepada kerabat atas dasar komunikasi langsung antara sobyek dan obyek ( penyambung dulur dan yang dsambung). Adakalnya dengan materi, sesekali dengan pelayanan, adakalanya dengan berkunjung dan mengucapkan salam , dan lain sebagainy (HR Muslim).
Silaturahmi mesti diaplikasikan dengan sebaik-baiknya di dalam kehidupan sehari-hari. melestarikan silaturahmi juga sebagai bukti nyata atas loyalitasnya terhadap baginda Nabi. Nyambung seduluran bisa dilakukan dengan berbagai cara, sesuai dengan kondisi dan keadaan. Silaturahmi bisa dilakukan dengan saling mengunjungi, saling memberi, saling melayani, serta bertegusrsapa (membiasakan uluk salam kepada sesama muslim). Adapun praktek silaturahmi bisa bersifat individu atau berjama’ah (silaturahmi sosial). Karena pentingnya silturahmi, dan besarnya pahalanya. Tidak sedikit dari sahabat, kerabat, dan juga tetangga melakukan nyambung seduluran dengan berbagai aktitifitas, seperti majlis ta’lim, tahlil, dan lain sebagainya. Ini banyak ditemukan dalam kemajmukan masyarakat Indonesia.
Bahkan, para pengikut Nabi Saw sengaja meluangkan waktunya berkeliling mengunjungi kerabatnya. Tujuanya ialah mempererat keluarga atau tetangga, dengan niatan ibadah sunnah. Dan ini sangat penting, khususnya di masyarakat perkotaan yang semakin sibuk dengan pekerjaan. Konon, ada yang bertahun-tahun berdampingan, kenalnya ketika berada dimasjid. Karena tidak saling mengenal, mereka-pun saling menyapa. Betapa kagetnya, ternyata rumahnya berdampingan. Ini merupakan bukti yang terbantahkan. Jangan sampai, mengunjungi tetangga, sementara tetangga itu sudah tidak bernyawa, alias (ta’jiyah).
Dalam dunia modern, sebagian masyarakat meng-kemas silaturahmi dengan pertemuan sebulan sekali, mereka mengikatanya dengan Istighosahan, Tahlilan, serta, Arisan serta Majlis ta’lim. Semua dilakukan agar seduluran tetap terjalin (ukhwah), dengan kata lain tidak kepaten obor. Nyambung seduluran atau silaturahmi tidak hanya dilakukan sebulan sekali, akan tetapi ada yang bersifat tahunan yang dikenal dengan ”Halal bihalal” atau saling meng-halalkan satu dengan lainya, jika ada perkataan, tindakan, atau materi yang kurang berkenan, baik sengaja tau tidak disengaja.
Istilah halal bihalal ini sudah tidak asing lagi bagi kita. Namun, lebih tepatnya kita bisa menggunakan istilah ’’istihlal’’ yang artinya meminta untuk dihalalkan. Istilah ini mulai dipopulerkan oleh santri-santri Makkah, lulusan Abuya Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki. Walaupun tidak dipungkiri, sebagian orang sudah memahami makna yang terkandung dalam halal bihal tersebut.
Tradisi Halal Bi Halal (istihlal) atau silaturahmi tahunan ini dipopulerkan oleh Bung Karno pada tahun 1946, dirayakan di kota Gudeg Jokjakarta. Saat ini, hampir semua intansi pemerintah atau swasta selalu meng-gunkan tradis ini. Bahkan, tradis ini tidak hanya digunakan oleh orang muslim selaku orang yang melaksanakan puasa sebulan penuh. Tetapi, orang-orang non muslim juga ikut serta merayakan, sebagai bentuk toleransi. Pencetus ide perayaan Halal bihalal (Bung Karno) yang bernuansa silaturahmi, senantiasa memperoleh pahala sunnah Nabi sebagaimana pesan Nabi Saw dalam hadisnya: ”
Diriwayatkan dari Al Mundir bin Jarir, dari ayahandanya, ia mengatakan;’’Rosulullah telah mengatakan : ’’ Barang siapa yang merintis ( pencetus) sunnah ( cara) yang bagus, kemudian dilakukanya, maka ia memperoleh pahalanya, seperti pahalanya orang yang melaksanakanya dengan tidak berkurang sedikitpun seperti pahala mereka. Bahkan didalam hadis lainya juga men diterangkan ” artinya barang siapa menunjukan kebaikan kepada orang lain, ia akan mendapatkan pahalanya seperti orang yang melaksanakanya ( H.R Tirmidzi No 2671).
Sebagai perintis silaturahmi tahunan (Halal Bihalal), Bung Karno termasuk investor kebaikan. Dan kebaikan ini menjadi amal ibadah, sehingga ia berhak mendapatkan royalti selama halal bihalal dilakukan dan sesuai dengan tuntunan agama. Begitu besar perhatian islam terhadap orang-orang yang inovatif di dalam urusan ibadah silaturohmi. Namun, jika silaturahmi tahunan (halal bihal) telah ternoda dengan perbuatan-perbuatan kotor, seperti pesta minuman, perjudian, atau ajang kemaksiatan, maka Bung Karno juga tidak mendapat dosa-dosa mereka.
Nyambung seduluran ini tidak hanya dianjurkan oleh Nabi, beliau juga mencontohkan di dalam kehidupannya. Banyak riwayat yang menceritakan, bahwa suatu ketika Nabi Saw menyembelih kambing, setelah dipotong-potong menjadi beberapa bagian. Nabi memanggil beberapa sahabatnya, selanjutntya beliau Saw memerinthkan sahabat guna membagikan daging tersebut kepada tetangganya. Tujuan utamanya ialah agar siltaruhmi yang dibangun (rintis) oleh istri tercintanya Khodijah BT Khulaid tetap terjalin dengan baik. Apa yang dilakukan Nabi merupakan langkah postif di dalam menjaga dan melestarikan seduluran (silaturahmi).
Tidak demikian dengan sebagian pengikutnya, silaturahmi yang telah dirintis oleh orangtua. Seringkali terputus sepeningal kedua orantuanya. Hadis diatas bersifat universal, seolah-olah memberikan peluang kepada kita agar senantiasa berlomba-lomba merintis kebaikan, karena akan menjadi amal ibadah, pahalanya selalu mengalir.
Begitu juga para perintis kemaksiatan, mereka juga akan mendapat aliran dosa para pengikutnya, selama kemaksiatan itu dilakukan, lebih-lebih dilestarikan. Pesan Nabi, jangalah sampai kita merintis sebuah ide yang mengarah pada kemaksiatan atau kemungkran, hal ini sama dengan berinfestasi siksaan. Ini terkait dengan hadis Nabi yang berbunyi ”
Artinya “ Dan barang siapa yang merintis suatu kemungkaran, kemudian dia melakukan maka ia mendapatkan dosanya, dan dia berdosa manakala dilakukan pengikutnya dengan tidak berkurang sedikitpun dosa-dosa itu.
Oleh karena itu, sangat disayangkan apabila Halal bihalal (istihlal) ini di isi dengan beraneka ragam maksiat dan kemungkaran, seperti dangdutan disertai dengan joget dan minuman. Atau merayakan halal bihalal dengan cara yang tidak sesuai dengan tuntunan agama, bahkan bertengtangan, seperti laki-laki dan wanita berkumpul (ihtilat).
Dimasa lalu, banyak dari umat islam berlomba-lomba merintis kebaikan dengan harapan mendapatkan kebaikan yang terus menerus. Seperi; Umar Ibn al-Khattab, beliau adalah perintis bid’ah hasanah (lihat, Umar Ibn al-Khattab, perintis Bid’ah hasanah). Rintisan beliau sangat bermanfaat, sehingga ia memperoleh pahala yang tak henti-henti selama kebaikan tersebut dilakukan.
Tetapi tidak sedikit yang senang merintis kemungkaran yang merusak tatanan serta mengotori nilai-nilai agama yang telah ditananamkan. Fenomena saat ini, perintis kemungkaran dan kebatilan, jauh lebih banyak dibandingkan dengan perintis kebajikan. Adapun faktornya bervariatif; mulai ekonomi, status sosial, Aqidah, atau karena kebodohan. Yang terkait dengan keyakinan, misalnya; al-Qiyadah islamiyah, Salamullah, Ahmadiyah, LDDI, serta seke-sekte baru yang tidak sesuai dengan koridor akidah Islamiyah. Yang bersifat ekonomi, misalnya; menjamurnya panti pijat, kafe-kafe, tempat pelacuran. Yang berindikasi status sosial misalnya; pernyataan-pernyataan aneh seputar kenabian, ada Nabi perempuan, Gender. Yang bersifat kebodohan; banyaknya penyelewengan syariat; semisal sholat berbahasa Indonesia, wanita jadi imam, dan khotib jum’at.
Sebenarnya perintis-perintis kemungkaran tidak aneh, karena sejak jaman Nabi ternyata banyak yang mengaku Nabi, wali, bahkan sebelumnya ada beberapa orang yang mengaku tuhan, seperti Fiaun. Tapi, semua tidak akan bisa mengalahkan kebenaran, dan kebenaran itu akan abadi. Cuma, manusia yang beriman mesti memperjuangkan, sehingga semua akan terkalahkan atas pertolongan-Nya.
Hakekat Silaturahmi.
Silaturahmi pada hakekatnya hanya sekedar nyambung seduluran yang didasari niat yang tulus karena Allah SWT. Silaturahmi ini sangat sulit dilakukan manakala, orang yang akan didatangi termasuk orang yang pernah menyakiti kita. Tapi, ini merupakan langkah maju dan luar biasa. Karena sifat seperti, biasanya Nabi dan utusan, dan kekasih-Nya yang mampu melakukan. Lihat saja Nabi, setiap hari disakiti, dan ludahi, bahkan di ancam akan dibunuh. Akan tetapi beliau sabar dan memaafakan. Dalam sebuh literatur, Nabi pernah terusir dari kota kelahiranya. Selanjutnya, beliau mencari suaka politik di Thoif. Dengan harapan, di sana memperoleh bantuan dan perlindungan. Ternyata, dugaan Nabi sangat jauh. Di Thoif, Nabi justri disakiti, dilempari batu hingga kedua kakainya berdarah. Disaat kondisi yang sangat kritis dan menyakitkan, datanglah malaikat dengan menawarkan bantuan. Malaikat sanggub menghancurkan mereka (kafir) dengan cepat dan mudah.
Betapa terkejutnya malaikat itu. Tawaran itu ditolak dengan sikap yang halus. Nabi hanya mengatakan kalimat sederhana. Wahai jibril, janganlah engkai melukai mereka. Karena sesunguhnya mereka termasuk orang-orang yang belum mengerti. Nabi lantas mendoakan’’ Ya Allah, berilah petunjuk kepada kaumku, karena sejatinya mereka belum memperoleh petujuk’’. Itulah sifat Nabi, selalu memafaatkan orang-orang yang pernah menyakiti dan melukainya. Tidak ada sedikipun di dalam benaknya membalasnya, apalagi melukai mereka. Malahan, Nabi mendatangi (bersilturahmi) kepada mereka.
Janji Allah Terhadap Silaturahmi.
Allah telah menyiapakan tempat istimewa bagi hamba-Nya yang senantiasa menyambung silaturahmi atau melestarikanya . Al-Qur’an dan Hadis telah mengiformasikan tengtang pentingnya silaturahmi ’’Membangun Seduluran”. Allah mengambarkan di dalam al-Qur’an, bahwa setiap orang mukmin adalah bersaudara. Sedangkan Nabi mengatakan” orang mu’min dengan mukmin lainya adalah bersaudara”. Jika kita mampu mengaplikasikan silturahmi dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan tuntunan Nabi, maka itu termasuk infestasi social dan akhirat. Artinya’ sebagai umat islam telah mampu membangun komunikasi dengan masyarakat sekitar dan umat islam pada umumnya. Yang kemudian membawa kebaikan di akhirat kelak.
Dengan demikian, silaturahmi itu akan mendapatkan keuntungan dunia. Sedangkan infestasi akhirat, kita telah mempraktekan apa yang telah dianjurkan oleh al-Qur’an dan Sunnah, keuntungan kita dapat hidup dengan baik sebagai hamba-Nya, kelak mendapatkan balasan surga.
Diriwayatkan dari Abi Hurairah, sesungguhnya ia datang kehadirat Nabi, lalu beliau bertanya”Ya Rosulullah, sesungguhnya jika aku menatap raut wajahmu, jiwaku merasa tentram, pandanganku terasa sejuk, beritakanlah kepadaku tengtang sesuatu, Nabi menjawab; setiap sesutu dicitakan dari air, lalu aku menyampaikan kepada beliau;’’ beritahulah aku sesuatu amalan yang jika aku lakukan menyebabkan masuk surga. Nabi menjawab;, meyebarkan uluk salam, bertutur sapa dengan baik, Nyambung seduluran, sholatlah ditenggah malam sedangkana manusia sedang terlelap, dengan demikian anda akan masuk surga dengan damai atu selamat[1].
Hadis ini mengisartkan bahwa Nyambung Seduluran sangat dianjurkan , bahkan Nabi mengiming-iming dengan surga dikemudian hari. Tidak mudah membiasakan Silaturahmi, apalagi di era globalisasi dan modernisasi. Kecenderungan manusia hidup nafsi-nafsi, bahkan dengan tetangga-pun tidak saling mengenak. Apalagi tuntunan pekerjaan yang sangat tinggi, sehingga sulit sekali meluangkan waktu untuk bertemu dengan kerabat, dan tetangga.
Nilai silaturahmi yang bersifat saling mengunjungai mulai pudar. Padahal ini sangat penting sekali, karena Nabi telah memberikan contoh model silaturahmi seperti ini. Di eran kecangihan tehnologi, istilah kerenya disebut dengan Internetisasi, seperi layanabn: FB (facebook), messaege (SMS), email, menjadikan silaturahmi lebih mudah, dengan cara komunikasi via telpon seluler, tetap terjalin rapi. Hanya saja nilainya tidak sekokoh dengan saling mengujungi seperti diberitakan Nabi di dalam hadisnya. Apalagi, banyak kalangan muda yang menjadikan alat komunikasi tersebut bukan pada tempatnya.
Dengan silaturami hidup menjadi berkah[2] artinya dengan saling mengunjungi, akan saling mengetahui informasi tengtang kesehatan, perkembangan usaha, jumlah keluarga. Obor yang mati kadang hidup kembali dengan ikatan besanan. Ini sering terjadi, kadang taraf ekonomi menjadi terangkat, karena berkah Nyambung seduluran. Umur-pun juga menjadi berkah dan bertambah[3], sehinga menjalani roda kehidupan penuh dengan penghayatan. Begitulah kekuatan silaturahmi yang diajarkan serta di anjurkan Nabi. Perlu digaris bawahi, silaturahmi yang didasari atas iman serta ketulusan, pasti akan membawa berkah dunia akhirat. Sedangkan silaturahmi karena tendensi materi (duniawi) sering kali menimbulakan konflik, dengan kata lain tidak membawa berkah sama sekali. Karena silaturahmi yang demikian bersifat temporer dan kepentingan sesaat atau tertentu.
Janji Allah Terhadap Qitiu Al Rahmi.
Qatiu Al Rahmi berasal dari bahasa Arab, artinya memutus silaturahmi. Menurut pengertinya ”orang mukmin yang bersaudara, tetapi karena ada permasalah, maka dengan cepat memutuskan tali persaudaraan dengan tidak saling menyapa (satru). Indikasi Qotiu Al Rohmi karena banyak faktor, akan tetapi yang paling dominan adalah persoalan materi; mislanya warisan, utang piutang, wanita; merebut cinta orang lain, mengaggu istri orang lain, kekuasaan atau jabatan; misalnya iri dengan kedudukan jabataan, perbutan posisi.
Fenomena saat ini, sering kita temuakan antara tentangga tidak menyapa karena urusan utang, urusan wangkit ( pagar). Adakalanya satru karena warisan peniggalan orang tua, sesama muslim atau bersaudara saling membenci, silaturahmi terputus. Adakalanya dikarenakan sebuah perceraian, muncul rasa benci bahkan dendam, sehingga putus silturahmi. Qotiu Al Rahmi, yang dibenci oleh Allah adalah karena rasa sombong, tidak ada kemauan memaafkan. Jika ini terjadi, maka Allah SWT telah menyiapkan tempat di akhirat kelak yaitu di Neraka. Andaikata, seseorang beribadah siang dan malam, dijidatnya terlihat hitam karena banyak bersujud, bersedekah setiap saat, akan tetapi mereka suka memutuskan silaturahmi, bahkan sudah menjadi hobi, maka Allah tidak akan menerimanya sampai mereka bertaubat.
Previous Post
Next Post

0 komentar:

Trimakasih atas kunjunganya