Kamis, 05 Juni 2014

Hal Syafa'at

“Syafa’at” makanya adalah “PERTOLONGAN”. Syafa’at hasanatan, berarti pertolongan yang membawa kepada kebagusan dan Syafa’atan sayyiatan, adalah pertolongan yang menyeret kepada kejahatan dan kekejian. Didalam pembahasan di sini yang dimaksud adalah syafa’atan hasanatan. Di dalam syarah Sulam hal. 7 dikatakan :

الشَّفَاعَةُ سُؤَالُ الْخَيْرِ مِنَ الْغَيْرِ لِلْغَيْرِ

Yang disebut syafa’at adalah memohon kebaikan dan atau oleh orang lain untuk orang lain.

Atau mudahnya, mengusahakan kebaikan bagi orang lain. Atau memberikan jasa-jasa baik kepada orang lain tanpa mengharap upah atau imbalan jasa. Memberi jasa, baik diminta maupun tidak diminta.

Di dalam penggunaan istilah, pada umumnya sebutan “Syafa’at” dipakai untuk pertolongan yang khusus dan Kanjeng Nabi SAW. Sedangkan pertolongan yang diberikan oleh selain Kanjeng Nabi SAW, umpamanya oleh para auliya Allah, oleh ulama atau sholihin atau oleh orang yang lebih tua umurnya disebut barokah atau do’a restu, bantuan, dukungan atau jangkungan. Sesungguhnya semua itu tidak lain adalah syafa’at juga namanya. Syafa’at dalam arti pertolongan.

Syafa’at Kanjeng Nabi SAW. itu terjadi di dunia dan di akhirat. Yang di dunia antara lain dan ini yang paling berharga dan tak ternilai dengan harta adalah iman dan Islam didada setiap mukmin dan muslim. Boleh dikatakan bahwa syariat, Islam tuntunan Rasulullah SAW adalah syafa’at Nabi SAW. Dan seperti kita sadari dan kenyataan bahwa tuntunan Rasulullah SAW tersebut disalurkan dan disampaikan kepada kita melalui proses yang panjang. Melalui para Tabi’in - para tabi’it-taabi’iin para Ulama Salaf, para auliya para sholihin, para ulama Kholaf - para kyahi, para cendikiawan, para ustadz, para guru akhirnya sampai kepada kita. Berarti mereka-mereka itu adalah perantara antara kita dengan junjungan kita Kanjeng Nabi SAW. Mereka-mereka itu adalah penyambung / penyalur syafa’at Rasul SAW kepada para umat. Dapat kita fahami bahwa mereka dapat menjalankan fungsinya sebagai penyalur syafa’at adalah juga dan syafa’at Rasulullah SAW. Dan begitu seterusnya, sambung bersambung. Tanpa Rasulullah SAW. mereka tidak dapat melakukan hal-hal seperti itu, dan kita pun tidak akan memiliki iman dan Islam dan faham-faham keagamaan seperti sekarang ini.

Begitu gambaran luasnya syafa’at Rasulullah SAW di dunia ini, dan begitu penting dan berharga bagi kita para umat sehingga kita tidak mampu menghitung-hitung betapa besarnya nilai syafa’at Rasulullah SAW itu. Suatu pertolongan yang kita butuhkan. Kita butuhkan untuk membawa diri kita kepada kebaikan, kesejahteraan dan kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Kita butuhkan untuk membebaskan dan menyelamatkan diri kita dari bahaya kejahatan dan kekejian yang akan menyeret kepada kesengsaraan dan kehancuran dunia akhirat.

Adapun syafa’at Kanjeng Nabi SAW di akhirat kelak, yang disebut “SYAFA’ATUL ‘UDHMA” adalah pertolongan agung yang sangat dibutuhkan oleh seluruh umat manusia di padang Masyhar kelak di akhirat. Di padang masyhar itu nanti seluruh umat manusia dari zaman nenek moyang kita Kanjeng Nabi Adam ‘alaihis - sholaatu wassalam sampai manusia yang terakhir menemui hari Qiyamah dikumpulkan semua. Terjadilah suatu peristiwa yang maha dasyat, suatu tragedi kebingungan manusia yang sangat memuncak dan belum pernah dialami sebelumnya. Di bawah pembakaran terik panas sinar matahari yang pada saat itu di kebawahkan oleh Allah hanya tinggal setinggi galah, tiap-tiap manusia mengalami problem-problemnya sendiri-sendiri sebagai akibat tindak lakunya ketika hidup di dunia. Di sebut “yaumul - hasyri” atau hari berkonfrontasinya saling berhadap-hadapan satu sama lain. Baik bapak, baik Ibu, baik anak, baik saudara dan sebagainya saling tuntut menuntut, saling tuduh menuduh satu sama lain. Satu sama lain melarikan diri ketakutan karena terkena tuntutan.

فَإِذَا جَآءَتِ الصَّآخَّةُ، يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ، وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ، وَصَاحِبَتِهِ وَبَنِيهِ، لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ.

Artinya kurang lebih: “Maka apabila datang suara yang memekakan (tiupan sangkakala yang kedua), pada hari itu seseorang melarikan diri (karena takut dituntut) dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang menyibukkan”. (QS. [80] ‘Abbasa : 33-37).

Akan tetapi kemanapun larinya toh akhirnya dipertemukan juga satu lawan yang lain. Terjadilah pertengkaran seru saling tuntut menuntut dan saling tuduh menuduh. Ada yang menang, ada yang kalah. Siapa yang kalah, terjatuh masuk ke dalam jurang neraka. Mungkin ada yang sama-sama kuat, dan keduanya terjungkal masuk ke dalam jurang neraka bersama-sama.

Di dalam peristiwa dasyat di padang masyar seperti di atas itulah timbul kepanikan yang sangat memuncak, kemudian para manusia sama minta pertolongan kepada Nabi - nabi mulai dari Kanjeng Nabi Adam ‘alaihis - sholaatu wassalam dan seterusnya agar dapat terlepas dan peristiwa yang dasyat itu. Akan tetapi semua nabi-nabi yang dimintai syafa’at atau pertolongan itu sibuk dengan dirinya sendiri.

Akhirnya Junjungan kita Kanjeng Nabi Muhammad Rasulullah SAW. lah yang tampil cancut tali wondo memberikan pembelaan bagi para umat dengan bersungkur sujud memohon ampunan dan kasih sayang kepada Allah SWT bagi para umat. Dan Allah SWT Yang Maha pengasih lagi Maha Penyayang pun kemudian berkenan mengabulkan munajat Nabi dan kekasih - Nya nomer satu ini. Junjungan kita Kanjeng Nabi Muhammad Rasulullah SAW, pembela dan pembebas umat dan kesengsaraan. Inilah yang dimaksud “SYAFA’ATUL ‘UDHMA” - syafa ‘at paling agung.

Sebagai umatnya Kanjeng Nabi SAW. kita harus menyadari betapa besar pengorbanan beliau SAW. di dalam membela umat. Kemudian kita perlu koreksi diri sampai seberapa mendalamnya mahabbah dan ta’dhim kita kepada Rasulullah SAW.
AL FAATIHAH..........................................
Ada sebahagiaan pendapat yang ingkar tidak mempercayai adanya “Syafa’at” dengan mengemukakan ayat 48 Surat No. 74 Al Mudatstsir:

فَمَا تَنْفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِينَ

Artinya kurang lebih: “Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafa‘at dan orang-orang yang memberikan syafa’at”. (QS. [74] Al-Mudatstsir : 48).
Pendapat ini tidak akan dapat dibenarkan, oleh karena yang dimaksud “mereka” dalam ayat tersebut adalah kuffar minal mujrimiin, orang-orang kafir yang mendustakan atau tidak mempercayai adanya “yaumud-diin” - hari pembalasan sebagaimana disebutkan pada ayat sebelumnya yaitu ayat No. 46:

وَكُنَّا نُكَذِّبُ بِيَوْمِ الدِّينِ

Artinya kurang lebih: “Dan adalah kami mendustakan Hari Pembalasan”. (QS. [74] Al-Mudatstsir : 46)

Sedangkan syafa’at yang dimaksudkan seperti di atas adalah dalam hubungannya dengan orang mukmin.
Adapun pendapat yang mempercayai adanya syafa’at menggunakan dasar surat no. 20 Thoha ayat 109:

يَوْمَئِذٍ لَاتَنْفَعُ الشَّفَاعَةُ إِلَّا مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمٰنُ وَرَضِيَ لَهُ قَوْلًا

Artinya kurang lebih : “Pada hari itu tidaklah berguna sesuatu syafa’at, kecuali (syafa’atnya) orang yang Allah Maha Pemurah telah memberi ijin kepadanya, dan dia telah meridloi perkataannya”. (QS. [20] Thoha : 109).

Jelas dan ayat tersebut di atas bahwa ada orang yang diijinkan dan diridloi Allah memberikan syafa’at. Dan kita yakin, beliau Rasulullah SAW diberi mandat penuh oleh Allah untuk memberikan syafa’at. Sebab beliau SAW adalah Nabi, utusan, dan kekasih Allah nomer satu yang diberikan predikat “Sayyidul Anbiyaa Wal Mursaliin” yang “Dzuukhulqin- ‘adhiim” - berbudi pekerti luhur dan yang menjalankan fungsi “rohmatun lil alamiin”.

Dalam hubungan syafa’at, Rasulullah SAW bersabda:

أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ وَلَافَخْرَ وَأَنَا أَوَّلُ مَنْ تَنْشَقُّ عَنْهُ الْأَرْضُ وَأَنَا أَوَّلُ شَافِعٍ وَأَوَّلُ مُشَفَّعٍ، بِيَدِى لِوَاءُ الْحَمْدِ تَحْتَهُ آدَمُ فَمَنْ دُوْنَهُ (رواه الترمذى وابن ماجه عنأبى سعيد الخذري والحاكم عن جابر بإسناد صحيح)

Artinya kurang lebih : “Aku adalah Sayyid dari anak cucu Adam dan tidak membanggakan diri dan Aku adalah orang yang pertama kali dibangunkan dari kubur, dan Aku adalah orang yang pertama memberikan syafa’at dari orang pertama yang diterima syafa’atnya. Di tanganKulah “BENDERA PUJI” dan dibawah bendera itu bernaung Nabi Adam kemudian orang-orang lainnya (anak cucu Adam)”.(Diriwayatkan oleh Thirmidzi dan lbnu Majah dan Abu Sa’id Al Kudri dan Al Hakim dan Jabir dengan sanad yang shoheh).

يَشْفَعُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَلَاثَةٌ ؛ الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْعُلَمَاءُ ثُمَّ الشُّهَدَاءُ (رواه ابنماجه عن عثمان)

Artinya kurang lebih: “Yang dapat memberi syafa’at besok pada yaumul Qiyamaah ada tiga; yaitu para Anbiyaa kemudian para ulama, kemudian para Syuhadaak”. (Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah dari Usman RA).

حَيَاتِى خَيْرٌ لَكُمْ وَمَمَاتِى خَيْرٌ لَكُمْ، وَأَمَّا حَيَاتِى فَأَسُنُّ لَكُمُ السُّنَنَ وَأَشْرَعُ لَكُمُ الشَّرَائِعَ، وَأَمَّا مَمَاتِى فَإِنَّ أَعْمَالَكُمْ تُعْرَضُ عَلَيَّ فَمَا رَأَيْتُ مِنْهَا حَسَنًا حَمِدْتُ اللهَ عَلَيْهِ وَمَا رَأَيْتُ سَيِّئًا اِسْتَغْفَرْتُ اللهَ لَكُمْ (رواه البزار عن ابن مسعود بإسناد صحيح)

Artinya kurang lebih: “Hidup-KU adalah kebaikan bagi kamu sekalian dan kematianKu pun kebaikan bagi kamu sekalian. Adapun hidup-Ku, maka AKU memberikan tuntunan berbagai Sunnah kepada kamu sekalian dan mengajarkan berbagai macam Syariat kepada kamu sekalian. Sedangkan kematian-KU (yang juga kebaikan bagi kamu sekalian), oleh karena sesungguhnya amal-amal kamu sekalian diperlihatkan kepada-Ku. Maka apa saja yang aku lihat daripadanya kebaikan, Aku memuji kepada Allah atas kebaikan itu, dari apa yang Aku melihatnya keburukan, maka Aku memohonkan ampunan kepada Allah bagi kamu sekalian”. (Diriwayatkan oleh Bazzar dari Ibnu Mas’ud dengan sanad yang shoheh).

Jelaslah bagi syafa’at Rasulullah SAW itu meliputi di dunia dan di akhirat. Di dunia memberikan syafa’at berupa bimbingan, tuntunan dan tarbiyah lahir batin, syar’an wa haqiiqotan, materiil dan moril spirituil, bahkan boleh dikatakan jasadan wa ruuhan. Iman dan Islam kita ini adalah syafa’at dan jasa dan Rasulullah SAW. bahkan lebih lagi dan pada itu. Segala hidup dan kehidupan kita dan segala apa yang ada di dunia ini adalah sebab syafa’at atau jasa dan Rasulullah SAW.
Mari kita renungkan ayat no. 103 Surat Ali Imron:

وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (آل عمران: 103)

Artinya kurang lebih: “Dan kamu sekalian sudah berada di tebingnya jurang neraka, kemudian Allah menyelamatkan kamu sekalian dan padanya; Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kau sekalian agar supaya kamu sekalian mendapat petujuk”. (QS. [3] Ali Imron : 103)

Kita para manusia waktu itu yaitu pada zaman jahiliyah sudah berada di tebingnya jurang dan sudah akan menjeromos kepada kehancurannya akibat ulah manusia itu sendiri makin jauh dan Tuhan sehingga nyaris sudah kehilangan sifat kemanusiaannya. Tingkah laku perbuatannya sudah menyerupai binatang bahkan lebih buas daripada binatang buas. Kemudian Allah SWT menyelamatkan manusia dengan mengutus junjungan kita Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW. untuk menjadi Guru penerang dalam kegelapan dan Juru Selamat dan kesengsaraan dan kehancuran sebagai perwujudan rahmat kasih sayang Allah SWT kepada seluru alam”.

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ (الأنبياء : 107)

Artinya kurang lebih: “Dan tiada Aku mengutus Engkau (Muhammad SAW) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alamin”. (QS. [21] Al-Anbiyaa : 107).

Ditetapkan Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW. sebagai Rasul utusan Allah itu bukan hanya terbatas buat bangsa Arab saja, melainkan meliputi buat seluruh umat manusia sedunia.

وَمَآ أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَآفَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَايَعْلَمُونَ (سبأ : 28)

Artinya kurang lebih: “Dan tiada AKU mengutus Engkau (Muhammad SAW.) melainkan meliputi buat seluruh umat manusia seluruh dunia sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. Akan tetapi sebagian besar manusia tidak mau mengerti”. (QS. [34] As-Sabaa : 28).

Demikian itulah fungsinya junjungan kita Kanjeng Nabi Besar Muhammad utusan Allah SWT, Pemimpin seluruh bangsa umat manusia sedunia yang telah membebaskan manusia dari belenggu imprialis nafsu angkara murka dan menyelamatkan manusia dari ranjau kebiadabannya. Maka oleh karena itu kita sebagai umat yang telah diselamatkan seharusnya menyadari hal itu dan seharusnya beradab lahir batin sebaik-baiknya terhadap beliau Rasulullah SAW dimanapun dan kapan saja serta apapun yang sedang kita kerjakan. Lebih-lebih ketika membaca shalawat. Shalawat apa saja.

Setengah dari pada adab ketika membaca shalawat seperti sudah kita singgung dimuka, yaitu harus disertai fiat beribadah kepada Allah dengan ikhlas LILLAAHI TA’ALA, semata-mata melaksanakan perintah Allah, tanpa ada pamrih atau keinginan suatu apapun. Melaksanakan perintah Allah dengan sepenuh ta’dhim dan mahabbah semurni-murninya, jangan sampai kita membaca shalawat karena dipengaruhi atau didorong oleh kepentingan-kepentingan pribadi kita. Jangan sampai kita maunya membaca shalawat karena menengok lebih-lebih kepincut ingin memperoleh fadilah-fadilahnya membaca shalawat.

Ingin pahala, ingin surga, ingin terkenal, ingin diberi keistimewaan-keistimewaan, ingin ini ingin itu dan lain-lain jangan !. Sebab yang demikian itu akan merusak atau mengurangi ta’dhim dari mahabbah kita kepada Allah wa Rosuulihi SAW!. Merusak nilai ibadah kita. Berarti memperalat shalawat memperalat Rasulullah SAW untuk kepentingan nafsu ini sangat suu-ul adab sekali.
Ingin kepada kebaikan-kebaikan dan fadilahnya membaca shalawat, baik kebaikan dunia maupun kebaikan akhirat boleh saja, bahkan memang kita diperintahkan agar usaha mencari kebaikan dan meninggalkan hal-hal yang buruk. Dalam segala hal apa saja. Ketika menghadapi kesulitan misalnya, disamping harus sadar dan ridlo, harus usaha mencari jalan keluarnya. Pada waktu sakit atau mengalami penderitaan atau musibah, disamping harus sabar, ridlo dan tawakkal harus ikhtiar mencari kesembuhan atau mencari obat. Begitu seharusnya akan tetapi janganlah “keinginan -keinginan” seperti itu yang menjadi dasar dan yang mendorong kita mau membaca shalawat. Dasar Ta’dhim dari mahabbah dan niat ibadah kepada Allah SWT dengan ikhlas LILLAHI karena Allah harus senantiasa menjiwai di dalam kita membaca shalawat atau di dalam kita menjalankan ibadah-ibadah lainnya.

Sabda hadits-hadits di muka dan keterangan lainnya tentang fadilah kebaikannya membaca shalawat justru harus kita jadikan pendorong untuk meningkatkan dan memperkuat iman dan mahabbah kita kepada Allah wa Rosuulihi SAW !. Justru harus kita jadikan pendorong dan penguat rasa ta’dhim dan kagum kita terhadap kebesaran dan kasih sayang Allah wa Rosuulihi SAW kepada kita para umat. Justru harus kita jadikan untuk meningkatkan syukur kita kepada Allah SWT. Sehingga dengan demikian, dengan memperbanyak membaca shalawat, akan tumbuhlah rasa syauq atau rindu yang mendalam di dalam lubuk hati nurani kita, sehingga kita benar-benar secara lahiriyah dan secara batinyah menjadi ABDULLOH hamba Allah yang benar, menjadi UMAT MUHAMMAD SAW yang taat setia secara utuh dan konsekwen sehingga kita bisa meniru budi, sikap dan kepemimpinan Rasulullah SAW yang “rohmatan lii ‘alamiin” yang “dzukhulqin ‘adhiim”, yang “bil - mukminiina rouufur - rohiim”, yang senantiasa memberi manfaat kepada orang lain, berguna bagi bangsa dan negara, masyarakat umat manusia dan bagi makhluk lingkungan hidupnya. manfaat lahir manfaat batin, manfaat di dunia dan manfaat di akhirat.
Previous Post
Next Post

0 komentar:

Trimakasih atas kunjunganya